Senin, 19 Agustus 2013

KEHIDUPAN KELOMPOK TEATER DI SUMATERA BARAT (sebuah pencatatan awal)




Kelompok KSST Noktah
Berawal dari hubungan antar pertemanan antara Syuhendri, Yusrizal KW dan Zurmailis yang sering bertemu dalam kegiatan-kegiatan kesenian di Taman Budaya Sumatera Barat, mereka lalu berinisiatif untuk dapat membuat sebuah kelompok seni. Kelompok yang dapat menaungi ekpresi berkesenian mereka pada waktu itu.
 Komitmen awal dalam pembentukan kelompok ini, didasari pada sikap untuk saling belajar bersama-sama bermodalkan semangat, kemauan dan kesadaran, bahwa teater penting untuk di hidupi. Selain itu, dengan kelompok ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap perkembangan teater Sumatera Barat dan membentuk kemandirian personal untuk dapat menyutradarai pertunjukan teater. Dari harapan tersebutlah lahir motto dari kelompok ini; ”menyelami sastra dan teater dengan sederhana dan penuh keakraban”. Hal ini dapat dipahami, bahwa Syuhendri memiliki latar belakang teater, sedangkan Yusrizal KW dan Zurmailis memiliki latar belakang penulisan sastra.
 Nama kelompok teater ini, kemudian disepakati diberi nama Kelompok Studi Sastra Teater Noktah (disingkat menjadi KSST). Menurut Syuhendri, kata noktah merujuk sebagai sebuah titik, yang diharapkan akan mencipta menjadi garis dan dari garis inilah akan mencipta sebagai bentuk. KSST Noktah, dimaknai sebagai sebuah titik yang diharapkan akan memberi warna dalam peta teater Indonesia yang luas terutama peta teater di Sumatera Barat. Menurut Syuhendri dalam wawancara yang dilakukan penulis, konsep makna noktah sama dengan konsep Nutfah di dalam Islam bagaimana ia memandang bahwa berkesenian ini sama dengan konsep penciptaan tubuh manusia yang berasal dari bentuk yang terkecil.
Bagi para pendirinya, Syuhendri, Yusrizal KW dan Zurmailis, kehadiran kelompok ini diharapkan, tidak memisahkan proses pembelajaran antara sastra dan teater. Selain itu, kelompok ini menerima segala kritikan yang membangun dan tetap mengapresiasi kemungkinan-kemungkinan baru bentuk  penyutradaraan dan pemeranan yang berkembang demi kemajuan kelompok
Dengan berdirinya kelompok teater KSST Noktah, bagi mereka yang saat itu masih muda dalam aktifitas kesenian teater kota Padang, pendirian kelompok adalah cara untuk dapat mewujudkan ekpresi berkesenian, agar dapat diakui dalam suasana perteateran di Sumatera Barat. Proses ini kiranya sejalan dengan pemikiran Cooley dalam Abdulsyani (1994) yang menyatakan bahwa kelemahan manusia selalu mendesak untuk mencari kekuatan bersama, melalui cara berserikat dengan orang lain, sehingga dapat berlindung bersama-sama dan dapat memenuhi kebutuhan kehidupan sehari-hari dengan usaha bersama. Keadaan demikian itu pada akhirnya mendorong setiap individu untuk tidak terlepas dari hidup berkelompok dan bermasyarakat.
Pada awal berdiri, kelompok ini beranggotakan berbagai latar belakang profesi seperti para pelajar, mahasiswa, kernet mobil, agen bus di terminal, dan ibu rumah.[1] Beragamnya latar belakang anggota tersebut membuat Syuhendri, Zurmailis dan Yusrizal KW berusaha menanamkan nilai-nilai kekeluargaan dan rasa kebersamaan dalam berbagai cara, untuk mengeratkan hubungan emosinil para anggota. Cara yang dilakukannya seperti; memasak bersama dan makan bersama, kemudian ketika ada anggota yang sakit dijenguk bersama-sama. Hal lain yang dilakukan untuk mempererat hubungan antara para anggota adalah menjadikan Taman Budaya sebagai pusat tempat berkumpul dan latihan bagi anggotanya tersebut. Hal ini serupa dengan kondisi beberapa kelompok kesenian lainnya yang juga menjadikan Taman Budaya sebagai tempat berkumpul dan latihan. Namun, karena salah satu pendiri KSST Noktah ini, yaitu Syuhendri sebagai pegawai Taman Budaya membuat kelompok KSST Noktah lebih memiliki akses untuk mempergunakan ruangan yang ada, baik itu dipergunakan sebagai tempat latihan maupun sebagai sekretariat  
Untuk memperkuat pengetahuan dan kemampuan dalam berteater, Syuhendri yang merupakan sutradara dan pendiri di KSST Noktah memutuskan untuk mendapatkannya di perguruan tinggi. Pilihannya tersebut disebabkan juga karena sokongan dari beberapa teman seperti Zurmailis dan Yusrizal KW. Alasan lainnya adalah kemudahan untuk mendapatkan bantuan pendidikan lebih mudah bagi Syuhendri karena statusnya sebagai PNS di Taman Budaya Sumatera Barat. Setelah mengurus berbagai persyaratan yang dibutuhkan, akhirnya Syuhendri kemudian meneruskan pendidikan pascasarjana minat penciptaan seni teater di pascasarjana Institut Seni Yogyakarta angkatan tahun 2007/2008. Selama dua tahun bersentuhan dengan pendidikan seni teater di Pascarjana Intitut Seni Indonesia Yogyakarta, telah membukakan jalan baginya untuk semakin memantapkan diri untuk mengangkat kearifan lokal Minangkabau  dalam garapan-garapanya.
Pemahaman Syuhendri terhadap tradisi dalam konteks teater ini, sejalan dengan pernyataan W.S Rendra (1984) yang menyatakan, bahwa tradisi ialah kebiasaan yang turun-temurun dalam sebuah masyarakat. Ia merupakan kesadaran kolektif sebuah masyarakat. Sifatnya luas sekali, meliputi segala kompleks kehidupan, sehingga sukar disisih-sisihkan dengan pemerincian yang tetap dan pasti. Terutama sulit sekali diperlakukan serupa itu karena tradisi itu bukan obyek yang mati. Melainkan alat yang hidup untuk melayani manusia yang hidup pula. Ia bisa disederhanakan, tetapi kenyataannya tidak sederhana. Lewat karya-karyanya yang mempergunakan unsur-unsur tradisi tersebut, ia akhirnya menemukan pencerahan pribadi. Sehingga memilih untuk terus mempergunakan unsur tradisi Minangkabau dalam garapan-garapan selanjutnya.
Terjaganya intensitas kelompok teater KSST Noktah dalam berkarya dan berkelompok  selama ini tentu saja tidak lepas juga atas peran sesama anggotanya yang saling menjaga keharmonisan di dalam kelompok. hal ini jugalah yang menyebabkan kelompok teater KSST Noktah tidak pernah memiliki aturan yang mengikat bagi seorang aktor harus tunduk dalam satu kegiatan kelompok saja. Syuhendri secara pribadi memberikan kebebasan ini, karena ia belum dapat memberikan sesuatu harapan secara ekonomi yang dapat membuat anggota terikat dan melakukan totalitas kerja dalam satu manajemen yang terorganisir. Setiap anggota di dalam KSST Noktah boleh tetap beraktifitas di dalam kelompok masing-masing anggota, seperti kegiatan penulisan sastra ataupun bidang lainnya yang ditekuni anggota. Hal ini disebabkan, anggota KSST Noktah masih ada yang berstatus sebagai mahasiswa.
Sebagai sebuah kelompok yang tidak menerapkan manajemen modern, KSST Noktah selalu mengandalkan anggota yang terus berganti untuk terlibat di dalam setiap proses berkarya. Tidak ada posisi khusus yang diberikan kepada anggota untuk tetap berada di tim produksi ataupun tim artistik, semua anggota boleh saling bergantian mengisi jabatan tersebut, selama masih bisa bertahan di kelompok  untuk terlibat bersama. Karena itulah, KSST Noktah selalu merasakan, seperti yang diungkapkan oleh Syuhendri, bahwa kendala yang dialami oleh kelompok teater di Sumatera Barat selalu sama, begitu juga terhadap KSST Noktah. Bahwa, ketiadaan aktor yang permanen dan bertahan lama untuk bergabung, setelah berproses beberapa garapan, mereka keluar dan digantikan dengan anggota baru kembali. Akibatnya, setiap sutradara tentu memulai kembali dari nol untuk melatih keaktoran anggotanya sewaktu akan berproses. Dan, persoalannya begitu besar menghadang sewaktu akan menggarap sebuah naskah menjadi sebuah pertunjukan, karena tidak sebentarnya waktu untuk membentuk anggota baru tersebut. Hal tersebut, juga dialami oleh KSST Noktah.[2]
Untuk manajemen kelompok, pengelolaannya sangat jauh dari ideal. Program kegiatan yang dilakukan masih dilakukan oleh Syuhendri secara pribadi, baik itu dari perencanaan maupun persiapan produksi. Selain itu, kurangnya dokumentasi pertunjukan semenjak tahun 1993, berupa; foto, artikel, dan video pertunjukan memperlihatkan buruknya pengelolaan kelompok ini. Seperti halnya dengan beberapa kelompok teater yang ada di Sumatera Barat, peningkatan jumlah pementasan yang dihasilkan, tidak diiringi dengan upaya-upaya pendokumentasian setiap kegiatan dan produksi yang pernah dilakukan.
 Karya-karya yang dihasilkan oleh Syuhendri.
          Semenjak berdiri tahun 1993 hingga tahun 2011 ini KSST Noktah merupakan kelompok teater yang memiliki konsistensi dalam berkarya, berbeda sekali dengan beberapa kelompok teater lainnya , yang hanya puas dengan mementaskan beberapa karya, kemudian kelompok tersebut tidak terdengar lagi kiprahnya di jagat teater Sumatera Barat. Karya-karya yang disajikan KSST Noktah semenjak berdirinya kelompok,  merupakan karya yang diciptakan bersama para anggota-anggota yang terus silih berganti menggerakkan kelompok ini.  
Karya-karya yang telah dihasilkan antara lain;
Pertunjukan teater berjudul “Interogasi”.
Pertunjukan ini menggunakan lakon realis dari penulis Arifin C Noer, penulis berkebangsaan Indonesia yang terkenal dengan kelompok Teater Kecil.Sebagai pertunjukan perdana, kelompok KSST Noktah menampilkan pertunjukan ini selama tiga hari, dari tanggal 8,9,10 Agustus 1994.  Pertunjukan ini, sekaligus menjadi peresmian berdirinya KSST Noktah. Namun sayangnya, dokumentasi berupa tulisan yang mengulas pertunjukan ini sudah tidak dapat ditemukan kembali, hal tersebut diakui oleh Syuhendri sebagai sutradara ketika ditelusuri oleh penulis.
Pertunjukan teater berjudul “Orkes Madun”.
 Pertunjukan ini menggunakan lakon realis dari penulis Arifin C Noer, penulis berkebangsaan Indonesia yang terkenal dengan kelompok Teater Kecil. Pertunjukan ini kembali disutradarai oleh Syuhendri dan ditampilkan di Gedung Teater Tertutup Taman Budaya Padang. Pertunjukan ini menurut Syuhendri, seingatnya dipentaskan pada bulan Juni tahun 1995 dan kembali tampil dalam waktu tiga hari. Sebagai pertunjukan kedua dari KSST Noktah, kelompok ini tetap belum dapat mendokumentasikan secara baik kegiatan yang telah dilangsungkan tersebut. Dokumentasi karya ini hanya rekaman pertunjukan berupa video dari kaset VHS, namun saat ini kaset VHS tersebut sudah tidak bisa diputar kembali secara utuh, hal ini disebabkan pita kaset yang sudah berjamur dan menggumpal dan melekat.
 Pertunjukan teater berjudul “Umang-Umang”.
Pertunjukan ini menggunakan lakon dari penulis Arifin C Noer, penulis berkebangsaan Indonesia yang terkenal dengan kelompok Teater Kecil. Pertunjukan ini disutradarai oleh Syuhendri dan ditampilkan di Gedung Teater Tertutup Taman Budaya Padang selama tiga hari, tanggal 14,15,16 Desember dan ditampilkan kembali pada tanggal 30 Desember 1995.[3]
Pertunjukan teater berjudul “Kisah Cinta Dan Lain-Lain”.
Pertunjukan ini menggunakan lakon dari penulis Arifin C Noer, penulis berkebangsaan Indonesia yang terkenal dengan kelompok Teater Kecil. Pertunjukan ini disutradarai oleh Syuhendri dan ditampilkan di Gedung Teater Tertutup Taman Budaya Sumatera Barat selama dua hari, tanggal 26-27 Juni 1997.[4]
 Pertunjukan teater berjudul “Kucak-Kacik”.
Pertunjukan ini menggunakan lakon dari penulis Arifin C Noer, penulis berkebangsaan Indonesia yang terkenal dengan kelompok Teater Kecil. Pertunjukan ini disutradarai oleh Syuhendri dan ditampilkan di Gedung Teater Tertutup Taman Budaya Sumatera Barat selama tiga hari, tanggal 10,11,12 September 1999.[5]
 Pertunjukan teater berjudul “Kapai-Kapai”.
 Pertunjukan ini menggunakan lakon dari penulis Arifin C Noer, Pertunjukan inidi sutradarai oleh Syuhendri dan ditampilkan di Gedung Teater Tertutup Taman Budaya Sumatera Barat selama tiga hari, pada tanggal 18, 19  dan 20 Agustus tahun 2000.
Pertunjukan teater berjudul “Pagi Bening”.
Pertunjukan ini menggunakan lakon dari penulis bernama Serafin dan Joaquin Alvarez Quintero berkebangsaan Spanyol, pertunjukan ini sutradarai oleh Syuhendri, dan di pentaskan di area terbuka dalam lingkungan Taman Budaya Sumatera Barat tanggal 9 November 2001.[6]
Pertunjukan teater berjudul “Pada Suatu Hari”.
Pertunjukan ini menggunakan lakon dari penulis Arifin C Noer, pertunjukan ini disutradarai oleh Syuhendri, dan ditampilkan di  Gedung Olah Seni Taman Budaya Riau Kota Pekanbaru pada tanggal 6 Juli tahun 2002.[7]
Pertunjukan teater berjudul “Negeri Yang Terkubur”.
 Garapan ini menggunakan lakon yang ditulis oleh Zurmailis, pendiri KSST Noktah dan disutradarai Syuhendri. Garapan ini telah dipentaskan di beberapa kota di Sumatera, yakni; pada tanggal 30 Oktober 2002 di Gedung Bestanoel Arifin Adam ISI Padangpanjang, tanggal  16 Agustus, 2003 di Gedung Teater Arena Taman Budaya Jambi, tanggal 19 Agustus 2003 di Gedung Teater Taman Budaya Bengkulu, kemudian pada tanggal  23 Agustus 2003 di Gedung Teater Tertutup Taman Budaya Lampung.[8]
Pertunjukan teater berjudul “Oidipus”.
Pertunjukan ini menggunakan lakon dari penulis Andre Gide berkebangsaan Prancis. Pertunjukan ini disutradarai oleh Syuhendri dan dipentaskan di Gedung Teater Tertutup Taman Budaya Sumatera Barat selama tiga hari, dari tanggal 28, 29, dan 30 Mei tahun  2004.[9]
Pertunjukan teater berjudul “The Police”.
Pertunjukan ini menggunakan lakon dari penulis bernama Zlavomir Mrozek berkebangsaan Polandia. Pertunjukan ini disutradarai oleh Syuhendri dan ditampilkan di Gedung Teater Tertutup Taman Budaya Sumatera Barat pada tanggal 20 Maret 2005.[10]
Pertunjukan teater berjudul “Perempuan itu Bernama Sabai”.
Pertunjukan ini menggunakan naskah yang ditulis dan disutradarai oleh Syuhendri. Di tampilkan tanggal 6-7 Agustus 2005 di Pelataran Terbuka Taman Budaya Sumatera Barat, kemudian pada tanggal 13 Agustus 2005 ditampilkan kembali di Tapian Nagari Balingka, Kabupaten Agam.
Pertunjukan teater berjudul “Rumah Jantan”.
 Pertunjukan ini menggunakan naskah yang ditulis dan di Sutradarai oleh Syuhendri. Ditampilkan di Gedung Utama Taman Budaya Sumatera Barat pada tanggal 25-26 Juni tahun 2009.
Pertunjukan teater berjudul “Tanah Ibu”.
 Pertunjukan ini menggunakan naskah yang ditulis dan disutradarai oleh Syuhendri. Ditampilkan di Gedung Teater Utama Taman Budaya Sumatera Barat pada tanggal 27 Oktober tahun 2010
Pertunjukan teater berjudul “Wanita Terakhir”.
Pertunjukan ini menggunakan naskah yang ditulis oleh Wisran Hadi , penulis dari Sumatera Barat. Pertunjukan ini ditampilkan di Gedung teater Utama Taman Budaya Sumatera Barat pada tanggal 16 November tahun 2011.






[1] Hasil dari wawancara bersama Syuhendri
[2] Hasil dari wawancara bersama Syuhendri
[3] Berdasarkan tulisan Yusrizal KW, “Teater Noktah dan Kursi Tergantung”, Koran Harian Haluan: Padang  tanggal 2 Januari 1996 (dokumentasi  pribadi Syuhendri).
[4] Berdasarkan tulisan Yusrizal KW, “Misteri Anjing Teater Noktah”, Koran Harian Haluan;Padang, tanggal 1 Juli 1997 dan tulisan Orde Barta Ananda, “Arifin C Noor Mengirim Surat Cinta Pada Syuhendri”, Koran Harian Haluan; Padang tanggal 8 Juli 1997.
[5] Berdasarkan tulisan S Metron,”Pementasan Teater Noktah; Menggenggam Awan”, Koran Mingguan Merapi tanggal 3-9 November 1999 dan Ivan Adilla, “Pencarian Eksistensial Yang Tertindih”, Koran Harian Mimbar Minang, tanggal 18 September 1999.
[6] Berdasarkan tulisan Yurnaldi,” Ketika Mereka Berpentas di Bawah Pohon”, Koran Harian Kompas, tanggal 14 November 2001 dan tulisan Ode Barta Ananda,” Suhendri mempertunjukkaqn Cinta”, Koran Harian Padang Ekspres, tanggal 31 Oktober 2001.
[7] Berdasarkan tulisan Beranda DKR, “ Teater Noktah Persembahkan  Pada Suatu Hari”, Koran Harian Riau Pos pada tanggal 6 Juli 2002.
[8] Berdasarkan tulisan Ode Barta Ananda,” Menyigi Minangkabau Lewat Negeri Yang Terkubur”, Koran Harian Padang Ekspres tanggal 17 Agustus 2003, tulisan “ Teater Noktah Manggung di Taman Budaya Lampung”, Koran Lampung Post tanggal 21 Agustus, 2003, Tulisan “Malam ini, Pesona Teater 2003 di Tutup”, Koran Harian Jambi Ekspress tanggal 16 Agustus 2003, dan Tulisan “ Malam Ini  Teater Noktah Pentas di Taman Budaya”, Koran Harian Rakyat Bengkulu tanggal 19 Agustus 2003.
[9]  Berdasarkan tulisan Ganda Cipta, “ Oidipus Dalam Pementasan Teater; Perlawanan Takdir Seorang Raja”, Koran Harian Singgalang, tanggal 27 Juni 2004.
[10] Berdasarkan tulisan Nanang, “ Lemparan Granat untuk Seorang Jenderal”, Koran Harian Padang Ekspres tanggal 23 Maret 2005.

Senin, 05 Agustus 2013

Mencari pemetaan itu

Faktor penggunaan tubuh sebagai pilihan ekpresi dalam sajian teater di Sumatera Barat

 
Kota Sebagai Pusat Akulturasi Budaya
      Akulturasi budaya di sebuah kota dapat terjadi dengan mudah karena dipengaruhi oleh potensi letak wilayah geografis, tempat bertemunya berbagai profesi dan latar belakang sosial masyarakatnya. Di sinilah, peran suatu wilayah sebagai kota memperlihatkan proses akulturasi tersebut.
Kota Padang, sebagai pusat kegiatan kesenian dengan keberadaan Taman Budaya, adalah kota terbesar di pesisir barat pulau Sumatera yang merupakan ibukota dari provinsi Sumatera Barat. Berdasarkan sensus penduduk tahun 2010, kota ini memiliki jumlah penduduk sebanyak 833.562 jiwa yang didominasi oleh etnis Minangkabau. Etnis lainnya yang bermukim di kota Padang lainnya adalah Jawa, Tionghoa, Nias, Mentawai, Batak, Aceh, Ambon, Bugis, Madura. dan tamil.
Dengan beragamnya etnis yang menetap di kota ini, memperlihatkan bahwa masyarakat kota ini dengan sendirinya terbuka menerima berbagai budaya luar secara selektif. sesuai dengan kepribadian daerahnya. Masyarakat Sumatera Barat mengenal pepatah “sekali aia gadang, sekali tapian barubah” yang sering digunakan dalam menjelaskan bahwa kebudayaan Minangkabau yang dimiliki oleh masyarakat Sumatera Barat, terbuka terhadap perubahan karena bersifat fleksibel dan alamiah. Bahkan para pemangku Kebudayaan Daerah Minangkabau sebagaimana di jelaskan oleh Mursal Esten dalam bukunya Minangkabau Tradisi dan Perubahan menjelaskan dalam sebuah Temu Budaya (1988) bahwa, Pemangku Kebudayaan Minangkabau menerima kebudayaan tentang adanya perubahan yang bertujuan menumbuhkan dan mengembangkan Kebudayaan Indonesia, karena falsafah “Alam Takambang Jadi Guru” sebagai pencerminan dari ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang mereka anut mengatakan “ jika bermain dalam alam, patah tumbuh hilang berganti, pusaka lama tidak berubah, yang artinya setiap instrumental dapat berubah namun yang fundamental tak terganti. Pemangku kebudayan Minangkabau senantiasa mendorong pembentukan kebudayaan Indonesia baru yang berperan dalam perkembangan kebudayaan dunia modern.
      Perkembangan bentuk teater modern yang berlangsung di Sumatera Barat pada dasarnya, terbentuk oleh kontak budaya yang berlangsung di masyarakat. Hal ini ditandai dengan adanya kontak budaya antar etnis berbagai daerah. Seperti pada proses hadirnya Opera Bangsawan pada masa kolonial di kota Padang, dan diperkenalkannya pertunjukan Sandiwara oleh siswa-siswa dari Sekolah Raja (Kweekschool) pada awal abad ke 19.
Akulturasi budaya yang terbentuk ini dapat diartikan sebagai pembauran dua kebudayaan atau lebih yang saling mempengaruhi dalam tatanan kehidupan di masyarakat. Perubahan sosial yang dipengaruhi oleh hubungan ini mengakibatkan terjadinya interaksi antar kebudayaan tersebut. Perubahan yang terjadi di dalam teater modern Sumatera Barat era 1990-an, terdapat dalam cara karya penyajian para sutradara tersebut. Kota sebagai pusat bertemunya berbagai etnis yang ada, memberi ruang lebih toleran terhadap hal-hal yang baru, termasuk karya seni teater.
Kota sebagai pusat akulturasi budaya dan penerimaan terhadap hal yang baru tersebut, juga ditandai dengan diperkenalkannya pertunjukan teater oleh Nazif Basir pada tahun 1960-an kepada khalayak Sumatera Barat, dengan judul “Penggali Intan”. Kemudian, kota Padang juga mengawali sebagai kota tempat berkumpulnya para sutradara teater yang mengembangkan bentuk garapannya pada era 1990-an, pertunjukan yang bertolak dari proses ekperimen, yang dimulai oleh Yusril pada tahun 1989 dengan mementaskan “O Amuk Kapak”. 
 Fenomena ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat ( 2007 ) bahwa, proses gejala sosial dan akulturasi budaya terjadi jika manusia dalam kebudayaan tertentu ada pengaruh kebudayaan dari daerah lain yang berbeda sifatnya, kebudayaan asing tersebut akhirnya diakomodasikan dan terintegrasi ke dalam kebudayaan itu sendiri tanpa kehilangan kepribadian dan identitas dari kebudayaannya. Hal ini juga sejalan dengan yang dikatakan Saini KM (1993), bahwa teater modern Indonesia adalah produk dari budaya kota Indonesia. Ini berkenaan dengan sifat masyarakat kota Indonesia yang pluralistis, ekonomis, dan modernis, yang menghendaki bentuk teater yang sesuai dengan aspirasi kebudayaan mereka.        
Peran Teater Kampus
      Kehidupan teater kampus Sumatera Barat, telah dimulai pada tahun 1978 oleh Teater Kampus Selatan Universitas Negeri Padang (pada saat masih menjadi IKIP Padang). Kelompok ini digerakkan oleh Haris Effendi Thahar, Mustafa Ibrahim, Deslenda, Muharyadi, Refendi Sanjaya. Namun aktifitas kelompok Teater Kampus Selatan ini redup semenjak tahun 1988, dan kegiatan terakhir yang pernah diikuti adalah Festival Teater tahun 1987 yang diadakan di Kosgoro Padang.
Kehidupan teater kampus lainnya yang turut meramaikan panggung teater Sumatera Barat adalah kelompok teater kampus dari Universitas Andalas. Aktifitas teater kampus ini digerakkan oleh para mahasiswa fakultas sastra angkatan tahun 83 sampai angkatan tahun 1990 seperti,  Ivan Adilla, Syafril (Prel T), (alm) Yusriwal, Gusdi Sastra, Zuriati, Noni Sukmawati, Irmansyah, Zurmailis, Sastri Yunizarti Bakry,  Yusril, Yumirsal, Sahrul N, Fira Susanti, Eva Yenita Syam, Nasiruddin, Nur Alamsyah, Ary Sastra, Andriani dan Almudazir.
 Para penggerak teater kampus ini muncul setelah Wisran Hadi menggagas diadakannya Pertemuan Teater Mahasiswa (PTM) 89, lewat kegiatan ini, maka lahirlah Teater Langkah Universitas Andalas yang digerakkan oleh para mahasiswa fakultas sastra. Segera setelah PTM 89 sukses dilaksanakan, maka pada tahun berikutnya kegiatan ini kembali dilangsungkan pada tahun 1990 dan 1994. Sebagai indikator perkembangan yang diberikan oleh para penggerak teater kampus sumatera Barat, terlihat pada upaya menciptakan teater modern Sumatera Barat berbasiskan pada tradisi penciptaan baru, yakni suatu cara kerja penyutradaraan teater yang tidak merujuk pada tehnik yang sudah dilakukan oleh beberapa kelompok teater modern terdahulu di Sumatera Barat.
 Berlangsungnya geliat teater kampus di Unand selain dari Teater langkah, adalah sumbangsih Prell T, mahasiswa fakultas sastra yang berusaha mencari bentuk ungkap baru, bersama kelompok Teater Eksperimental KPDTI (Kelompok Pengkajian dan Dokumentasi Teater Indonesia), beliau menghadirkan karya-karya teater yang didasarkan pada kerja ekperimen pada musik, cahaya, tubuh, dan naskah. Karya teater yang dihasilkan lewat eksperimen  ini  adalah  Hamba-hamba 3 (1994) dan Manggaro (1997) yang juga memberikan warna lain dalam penyajian teater modern Sumatera Barat.
Indikator lainnya, adalah munculnya pertunjukan teater dari para mahasiswa jurusan teater STSI Padangpanjang yang memiliki kesamaan ekpresi penyajian, penggunaan tubuh dan  pengolahan benda-benda dalam karya-karya tersebut. Pertunjukan yang dihasilkan mahasiswa dari STSI Padangpanjang ini, hadir berkat kegiatan Pertemuan Teater Eksperimental  tahun 2000 dan 2002 yang diadakan oleh Universitas Andalas. Berkat kegiatan ini,  maka akhirnya memunculkan nama Kurniasih Zaitun dan Dede Prama Yoza sebagai sutradara teater kampus generasi 2000-an. Adapun karya mereka berupa karya teater non realis dengan penggunaan tubuh sebagai pilihan dalam penyajiannya.
Namun sebenarnya, diantara dua nama di atas, sutradara bernama Tia Setiawaty juga pernah menyajikan beberapa pertunjukan  yang menggunakan pengolahan tubuh dalam pertunjukannya, namun itupun hanya bersifat sementara saja. Beberapa karya yang pernah dihasilkan adalah “Dekontruksi Perawan” ditampilkan dalam kegiatan Pekan Apresiasi Teater di Padangpanjang dan Taman Budaya Sumatera Barat tahun 2006, ‘The Female Earth” ditampilkan di Graha Bakti Budaya tahun 2007, dan “Ketika Sel dan Tulang Bekerja” ditampilkan di Padangpanjang tahun 2007.
Peran Lembaga Kebudayaan
Hadirnya lembaga kebudayaan maupun yayasan seni yang sejenis di Indonesia turut berperan serta dalam pengembangan kekaryaan kelompok-kelompok kesenian di Indonesia, selain itu, juga turut mewarnai perkembangan teater selama ini. Lembaga kesenian ini dalam pemberian bantuan (hibah) bagi kelompok-kelompok kesenian yang ada, memiliki batasan-batasan tertentu agar kelompok yang bekerjasama  mengembangkan tujuan dan misi dari lembaga kebudayaan tersebut. Adapun kerjasama yang sering dilakukan dengan jalan memberikan biaya produksi dalam penggarapan karya seni suatu kelompok kesenian. Lembaga kesenian yang pernah membiaya aktifitas kelompok kesenian di Indonesia adalah Yayasan Hivos dari Belanda, Yayasan Seni Kelola dari Indonesia, Goethe Intitute dari Jerman, dan masih banyak lagi yang lainnya.
Yayasan Seni Kelola, adalah salah satu lembaga kesenian yang ada di Indonesia. Dengan program pemberian hibah bantuan biaya produksi untuk karya inovasi dan program keliling, kehadiran Yayasan Seni Kelola di Indonesia memberikan kontribusi dalam menumbuhkembangkan teater modern, teater modern yang penuh dengan pembaruan media ungkap, terutama penggunaan tubuh dalam penyajian pertunjukannya. mengenalkan teater modern Sumatera Barat tersebut. Dengan  program karya inovasi,  maka akhirnya Yayasan Seni Kelola juga telah terlibat secara tidak langsung dalam proses tumbuh kembangnya teater modern Sumatera Barat dekade 200-an.
Kelompok teater yang pertama kali mendapatkan hibah dari Yayasan Seni Kelola ini di Sumatera Barat adalah kelompok teater KSST Noktah dengan judul garapan “Negeri yang Terkubur” pada tahun 2002, kemudian mendapatkan kembali program hibah dai Yayasan Seni Kelola pada tahun 2005  dengan garapan “Perempuan itu Bernama Sabai”, setelah itu diikuti oleh kelompok teater Sakata Padang Panjang dengan garapan “Dekontruksi Perawan” tahun 2007, kelompok teater Hitam Putih dengan garapan “Tangga” tahun 2008, garapan “Melintas dalam Samar” tahun 2009 dan kelompok teater Tambologi dengan garapan “Tambo Rantau” tahun 2010.
Empat kelompok teater di atas, bantuan yang diberikan masuk dalam program hibah karya Inovasi Yayasan Seni Kelola. Dalam penyajian karya masing-masing kelompok tersebut , tidak satupun pementasan yang dihasilkan berbentuk teater realis. Karya yang disajikan kepada publik Sumatera Barat dari empat kelompok diatas, berupa pertunjukan teater yang mengedepankan pengolahan tubuh, penggabungan kesenian tradisi  seperti silat, teater tutur Tupai Jenjang, kaba dan randai.  Dari hal diatas tampak bahwa karya-karya yang dihasilkan oleh seniman pencipta secara bentuk sudah di batasi oleh gaya tertentu dari lembaga kebudayaan sebagai penyandang dana produksi. 


 Kerjasama Antar Seniman Teater.
Hasil interaksi antara seniman teater yang ada di pulau Jawa, dengan seniman teater yang ada di Sumatera Barat, turut berperan serta dalam pengembangan kekaryaan para sutradara dan aktor yang ada di Sumatera Barat. Seniman teater tersebut beberapa diantaranya bahkan pernah memberikan workshop, pertunjukan, sekaligus sebagai pembicara dalam kegiatan teater yang pernah diselenggarakan di Sumatera Barat. Interaksi tersebut antara lain;
Kehadiran DinDon WS
Pada tahun 1998, setelah penampilan Teater Kubur dengan pertunjukan “Sandiwara Doll” di Kota Jambi, lewat hubungan pertemanan, kemudian dilanjutkan dengan kerjasama yang disponsori oleh ketua Jurusan Teater Syamsinar Saleh S.Pd, Yusril meminta Dindon WS dari Teater Kubur untuk dapat memberikan pelatihan dan pengetahuan ekplorasi tubuh bagi mahasiswa Jurusan Teater STSI Padangpanjang. Untuk pertama kalinya, mahasiswa  jurusan teater tahun angkatan 1997, 1998 dan 1999 mengenal seorang Dindon WS.
Selama di Padangpanjang, Dindon WS memberikan pelatihan kepada peserta materi  untuk dapat “membongkar tubuh”, materi ini dilatihkan kepada peserta selama 3 hari. Inilah pertama kalinya Jurusan Teater STSI Padangpanjang mendapatkan pelatihan dan mengetahui informasi perkembangan teater modern di Jakarta.
 Pada tahun 2000, Dindon WS kembali datang ke Sumatera Barat. Kedatangannya tersebut kali ini, sebagai pembicara dalam kegiatan Pertemuan Teater Eksperimental Mahasiswa di Universitas Andalas (PTEMN). Hadir juga Pada waktu pembicara lainnya, yakni; Wisran Hadi (sutradara Bumi Teater),  Ivan Adilla (Staf Pengajar Fakultas Sastra Universitas Andalas), dan Nasrul Azwar (Aliansi Komunitas Seni Indonesia).
Tahun 2000: Teater Api Surabaya tampil di Padang dan Padangpanjang.
Tahun 2000, kelompok Teater Api Surabaya menampilkan pertunjukan teater berjudul “Caligula” sutradara Luhur Kayungga di Sumatera Barat. Kota yang dikunjungi adalah Padang dan Padangpanjang. Pertunjukan di Kota Padang dilangsungkan di Taman Budaya Sumatera Barat di Gedung Teater Tertutup. Pertunjukan “Caligula”  pada dasarnya merupakan pertunjukan kolosal yang membutuhkan banyak para pemain, namun oleh Teater Api Surabaya, hanya dipentaskan oleh dua orang aktor yang mengolah tubuh dengan bantuan benda-benda seperti kayu, ember logam dan kain serta air. Menurut pengamatan penulis, inilah pertamakalinya, pertunjukan teater yang menggunakan pengolahan tubuh  dari kelompok teater berasal dari Jawa, ditampilkan kepada khalayak seniman teater Sumatera Barat. Segera sesudah penampilan di kota Padang, Teater Api menampilkan pertunjukan “Caligula” ke Padangpanjang untuk diapresiasi oleh mahasiswa dan dosen teater STSI Padangpanjang.
Tahun 2000: kelompok teater FBSS Unpad menampilkan “The Death Of Karna” di Padang
Pada tahun 2000, kegiatan Pertemuan Teater Eksperimental Mahasiswa Nasional (PTEMN) dilaksanakan oleh Universitas Andalas. Dari beberapa kelompok teater kampus yang diundang, kelompok teater  Gelanggang Seni Satra Teater dan Film (GSSTF) Universitas Padjajaran Bandung merupakan satu-satunya kelompok Teater Kampus dari luar Sumatera. Kelompok  GSSTF ini membawakan pertunjukan “The Death Of Karna” sutradara Zeni M.Nugroho, yang menggabungkan pengolahan gerak tubuh para aktor dan narasi dari teks naskah lakon. Metafor-metafor yang disajikan menggunakan benda-benda seperti sapu, kain, dan gong.
Tahun 2003: Kolaboratorium Teater Muda mengikuti Temu Teater Se-Indonesia di Teater Garasi Yogyakarta.
Pada tahun 2003, atas undangan dari Teater Garasi, berangkatlah anggota dari Kolaboratorium Teater Muda Padangpanjang, mereka adalah Mohammad Rasyidin dan Dede Prama Yoza, untuk mengikuti kegiatan bertajuk Temu Teater Se-Indonesia.
 Seperti yang pernah diungkapkan oleh Dede Prama Yoza ,sekembali dari kegiatan tersebut di Padangpanjang, selama dalam kegiatan tersebut mereka mendapatkan pelatihan mengenai pengolahan tubuh, dan membahas perkembangan teater modern yang sedang berkembang, sekaligus memperkenalkan keberadaan Teater Garasi di kalangan Teaterawan Indonesia. Di Padangpanjang, setelah mengikuiti kegiatan tersebut, Dede Prama Yoza dan Mohammad Rasyidin kemudian mensosialisasikan materi yang didapatkan tersebut kepada para mahasiswa dan anggota kelompoknya.
Tahun 2003: Teater Garasi Yogyakarta tampil di Padangpanjang.
Pada tahun 2003, teater Garasi menampilkan Waktu Batu #2; Ritus Seratus Kecemasan dan Wajah Siapa yang Terbelah” (2003) di Gedung Teater Hoerijah Adam STSI Padangpanjang. Pertunjukan ini sebelum melakukan pentas di Padangpanjang, terlebih dahulu melakukan pementasan di Gedung Sunan Ambu STSI Bandung.
Pertunjukan ini, berusaha menghadirkan pencapaian artistik dengan berbagai penggunaan metafor dan benda-benda serta pengolahan tubuh para aktor mereka. Setelah pertunjukan, Teater Garasi kemudian memberikan workshop pelatihan tubuh. Pelatihan tersebut diikuti oleh peserta dari Padang dan Padangpanjang. Materi yang diberikan, adalah tehnik butoh, dan pengolahan gerak. Pada saat istirahat, para peserta dan sutradara yang ada terlibat diskusi pendek bersama Yudi Ahmad Tajudin selaku sutradara  dan pemberi materi workshop.
Tahun 2008: Workshop bersama Tony Boer di Padangpanjang.
Tahun 2008, Jurusan Teater ISI Padangpanjang kembali mengadakan kegiatan Pekan Apresiasi Teaterke 3. Kegiatan yang dilaksanakan untuk mempertemukan kelompok teater kampus non-seni, teater independen dan teater kampus dari perguruan tinggi seni selama satu pekan, program kegiatan PAT ini meliputi pertunjukan, seminar dan workshop.
Pada kegiatan Pat ke-3 ini, digelarlah workshop pelatihan tubuh, dan Tony Broer adalah pemateri dalam kegiatan  tersebut. Toni Broer seorang tenaga pengajar di jurusan teater STSI Bandung yang mengawali proses keaktoran bersama Teater Payung Hitam pimpinan Rachman Sabur, dan dikenal berkat kemampuannya mengolah tubuh dalam  memerankan tokoh Kaspar dalam pertunjukan ”Kaspar”. Dalam workshop ini, Tony Broer memberikan pelatihan tubuh, yang ia namakan sebagai latihan tubuh personal, dengan menggunakan tekhnik Butoh.